Demontrasi
sebagai hak individu warga negara yang di jamin oleh konsitusi untuk
menyampaikan pendapat di muka umum sesuai UU No.9 Thn.98. Hak Asasi Manusia
merupakan salah satu nilai dasar demokrasi dan sekaligus merupakan indikator
supremasi hukum. Dalam penanganan demonstrasi oleh pihak keamanan dalam hal ini
kepolisian terkadang berlebihan menggunakan tindakan represif tidak mengindahkan HAM yang mencerminkan
masih menggunakan cara militeristik. Kepolisian dalam menghadapi demonstran
seharusnya menghadapi dengan cara persuasif, dialogis dan mengedepankan cara
yang lebih manusiawi sesuai motto kepolisian melindungi dan mengayomi
masyarakat setiap warga Negara Indonesia. Dalam penanganan demonstrasi menolak
keniakan BBM akhir Maret 2012 di seluruh Indonesia pihak kepolisian banayak menggunakan cara-cara represif dan
mengabaikan nilai HAM, banyaknya terjadi
perlawanan dan bentrok antara demonstran dengan pihak kepolisian di semua
wilayah Indonesia karena kepolisian tidak mendahulukan cara persuasif dan
dialogis kepada demonstran yang menjalankan hak konstisionalnaya sesuai denagn UU No.9 Thn.98 seperti pada contoh gambar di
bawah. Walaupun semua itu sudah ada yang mengatur untuk menugaskan dan
memerintahkannya tetapi hanya untuk menertibkan dan membubarkan. Tetapi
pihak-pihak kepolisianlah salah satu diantara ribuan banyak menodai perintah
tersebut banyak yang menggunakan kekerasan.
Sebagai
salah satu lembaga penegak hukum, Polri menjadi yang terdepan mengamankan aksi
demo dibantu oleh TNI. Polisi memiliki tanggung jawab untuk mendahulukan
langkah persuasif, menjaga ketertiban dan menegakkan hukum selama menjaga aksi
demo. Tapi yang sering terlihat adalah polisi melakukan aksi kekerasan terhadap
demonstran yang ditangkap bahkan yang sudah menyerah.
Berikut
sebagian potret buram aksi kekerasan polisi terhadap masyarakat sipil selama
aksi demontrasi menolak kenaikan harga BBM di akhir Maret 2012.
Seorang demonstran babak belur setelah dihajar polisi di Makasar, Kamis (29/3).
( Polisi menyeret-nyeret peserta demonstran di depan Bandara Polonia, Medan, Senin (26/3) ). (http://foto.infospesial.net/view/607/aksi-kekerasan-polisi-saat-aksi-demo/13)
Tetapi tidak bisa semua menyalahkan pihak kepolisian saja dari
pihak mahasiswa pun harus lebih menggunakan hak-haknya dalam mengemukakan
pendapat di muka umum harus lebih pintar dalam mengeluarkan aspirasi mereka
tanpa hasrus bersifat anarkisme yang
tidak seharusnya mereka lakukan. Harus sesuai dengan protokoler dan
peraturannya masing-masing. Jadilah mahasiswa yang cerdas dalam mengemukakan
pendapatnya. Jangan terpancing akan propokatif diantara mereka. Mahasiswa yang
cerdas dan pintar dalam mengemukakan pendapat mahasiswa harus mengambil tindakan aksi turun jalan
dan demonstrasi, aspirasi dan pendapat rakyat harus disampaikan dengan pesan
damai, bukan dengan kekerasan, anarki dan cenderung brutal. Demonstrasi tidak
harus merusak fasilitas umum, membakar mobil patroli, membuat kerusuhan di
jalan, memblokade tempat-tempat umum, merusak kendaraan yang sedang lewat
sehingga menggangu aktivitas masyarakat yang tidak tahu-menahu.
Masih banyak hal-hal
yang harus dilakukan oleh kita sebagai mahasiswa yang dianugerahi mempunyai
kelebihan intelektualitas dan karakter. Banyak sekali cara yang dilakukan
mahasiswa dengan hal di luar berdemo dimana dengan melakukan kegiatan
intelektual untuk mengatasi masalah BBM, seperti menemukan energi terbaru pengganti
BBM dan karya-karya lainnya. Tanpa harus mahasiswa berdemo dan bersifat
anarkis.
Bahwa sesungguhnya HAM
(Hak Asasi Manusia) dalam mengeluarkan pendapat mempunya peraturan dan ketentuan yang harus di patuhi sesuai pasal-pasalnya diantaranyayaitu sebagai berikut :
KEMERDEKAAN
MENGEMUKAKAN PENDAPAT
A. Hakikat
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
Kemerdekaan mengemukakan atau menyampaikan pendapat merupakan hak
setiap warga Negara baik secara lisan maupun tulisan, namun harus bertanggung
jawab dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan berlaku.
Kemerdekaan mengemukakan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia.
Oleh sebab itu, dijamin oleh Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia PBB,
tegasnya dalam pasal 19 dan 20 seperti tertulis berikut ini.
1. Pasal 19
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat,
dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat – pendapat dengan tidak
mendapat gangguan dan
untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan – keterangan
dan pendapat – pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas –
batas”.
2. Pasal 20
Ayat 1:
“Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat.”
Ayat 2:
“Tidak ada seorang juga pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.”
Di Indonesia, ketentuan yang
mengatur dan menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dapat dilihat pada
berbagai ketentuan berikut.
1. Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan atau tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.”
2. Pasal 28E UUD 1945 Ayat 3
“Setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
3.Undang – undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pandapat di muka umum.
Apabila kebebasan tersebut
dikekang, maka akan timbul gejolak – gejolak ataupun ganjalan – ganjalan dalam
hati banyak orang, yang suatu ketika dapat meledak dalam bentuk sikap – sikap
dan perbuatan yang tidak baik. Dan jika pendapat orang lain benar dan baik,
sudah sepantasnya kita mendukungnya. Namun, jika yakin pendapat kita benar,
kita dapat mempertahankannya dengan cara yang baik dan sopan, tanpa menyinggung
perasaan orang lain. Kita juga harus mampu memberikan argumentasi atau alasan –
alasan yang masuk akal. Oleh karena itu,pendapat yang kita sampaikan sebaiknya
bersifat seperti :
a. Bukan semata untuk kepentingan pribadi ataupun golongan,
b. Dapat
diterima akal dan mutu,
c. Tidak menimbulkan perpecahan,
d. Sesuai dengan norma yang berlaku
e. Tidak menyinggung perasaan orang lain.
Akibat Pembatasan Mengemukakan
Pendapat
Dalam pemerintahan yang otoriter,
kebebasan mengemukakan pendapat, apalagi di muka umum, sangat dibatasi oleh
pemerintah. Hal demikian sesungguhnya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi
manusia. Memang, hak kemerdekaan mengemukakan pendapat tidak boleh digunakan
sekehendak hati karena di dalam hak tersebut juga melekat kewajiban untuk
menghargai dan menghormati hak yang sama yang dimiliki orang lain. Akan tetapi,
apabila pembatasan atau pengekangan dilakukan pemerintah terhadap rakyat demi kepentingan
kekuasaan pemerintah semata, hal ini sungguh merupakan sebuah kesalahan yang
amat fatal. Semakin banyak pemerintah di berbagai Negara yang menghormati dan
menghargai hak kemerdekaan mengemukakan pendapat. Meskipun demikian, masih ada
juga pemerintah yang melakukan pembatasan – pembatasan. Pengekangan terhadap
kebebasan mengemukakan pendapat oleh pemerintah yang berkuasa sebenarnya dapat
menimbulkan akibat yang kurang baik bagi rakyat, pemerintah, ataupun bangsa.
1. Akibat bagi Rakyat
Bagi rakyat,
adanya pembatasan oleh pemerintah akan berakibat terjadinya hal berikut, yakni:
a. Berkurang atau hilangnya hak kemerdekaan mengemukakan pendapat,
b. Munculnya sikap apatis (tidak peduli) dari rakyat atau masyarakat
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara,
c. Kekecewaan yang dalam terhadap pemerintah,
d. Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah, dan
e. Pembangkangan terhadap pemerintah.
2.
Akibat bagi Pemerintah
Bagi
pemerintah, adanya pembatasan oleh pemerintah akan berakibat terjadinya hal
berikut:
a. Berkurang atau hilangnya kepercayaan rakyat,
b. Berkurang
atau hilangnya kesempatan untuk mendapatkan masukan atau aspirasi dari rakyat
untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan bernegara,
c. Berkurang atau hilangnya dukungan rakyat, dan
d. Perlawanan rakyat.
3. Akibat bagi Bangsa dan Negara
Bagi bangsa dan negara, adanya pembatasan oleh pemerintahterhadap
hak warganya akan berakibat terjadinya hal berikut:
a. Dengan sedikitnya masukan dan dukungan dari rakyat, maka
pembangunan bangsa dan Negara dapat terhambat,
b. Stabilitas nasional dapat terganggu, dan
c. Negara kehilangan pikiran – pikiran dan
ide-ide kreatif dari rakyat.
Negara kemerdekaan mengeluarkan pendapat
dimuka umum, tata cara penyampaiannya telah diatur dalam Undang – Undang Nomor
9 Tahun 1998 khususnya Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, yang pada pokoknya berisi
sebagi berikut.
1.Pasal 19
Ayat 1
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilakukan dengan
cara:
a. Unjuk rasa atau demonstrasi
b. Pawai
c. Rapat umum, dan
d. Mimbar bebas
2.Pasal
9 Ayat 2
Bentuk penyampaian pendapat dimuka umum boleh dilaksanakan di
tempat – tempat terbuka untuk umum, kecuali di tempat – tempat yang dilarang
untuk menyampaikan pendapat di muka umum, yaitu:
a. Lingkungan Istana
kepresidenan
b. Tempat Ibadah
c. Isntalasi Militer
d. Rumah Sakit
e. Pelabuhan Udara
dan Laut
f. Stasiun
Kereta Api
g. Terminal Angkutan
Darat
h. Objek – objek
vital nasional
Pada hari
besar nasional masyarakat juga dilarang melakukan kegiatan penyampaian pendapat
di muka umum.
1.Pasal 10
Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan terlebih
dahulu kepada Polri setempat secara tertulis selambat – lambatnya 3 X 24 jam
sebelum kegiatan dimulai.
2.Pasal 11
Surat pemberitahuan memuat, antara lain adalah :
a. maksud dan tujuan
b. tempat lokasi dan
rute
c. waktu dan lamanya
d. bentuk
e. penanggung jawab
f. nama dan
alamat organisasi, kelompok, atau perorangan
g. alat peraga yang
digunakan
h. jumlah peserta
3. Pasal
12 Ayat 3
Seratus orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan
pawai harus ada seseorang sampai lima orang penanggung jawab.
4. Pasal 13
Ayat 1
Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri berkewajiban untuk
melakukan hal berikut, yaitu:
a. Memberikan surat
tanda terima pemberitahuan
b. Berkoordinasi dengan
penanggung jawab
c. Berkoordinasi dengan
pemimpin isntansi atau lembaga yang akan di demo, dan
d. Mempersiapkan
pengamanan tempat, lokasi, serta rute.
5.Pasal
13 Ayat 2
Dalam pelaksanaan, Polri wajib memberikan perlindungan keamanan
terhadap pelaku atau peserta demonstrasi.
6.Pasal 14
Pembatalan pelaksanaan demonstrasi disampaikan secara tertulis dan
langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat – lambatnya 24 jam sebelum
waktu pelaksanaan.
( http://dessypuspita.com/blog/2011/05/05/kemerdekaan-mengemukakan-pendapat/
& Referensi : - Dwiyono Agus, dkk. 2003. Kewarganegaraan. Jakarta
:Yudhistira )
Dengan pernyataan di
atas harus bisa saling menghargai dan tidak boleh saling menyalahkan antara
mahasiswa atau dengan pihak kepolisian. harus mempunya ketentuan-ketentuan
peraturan yang berlaku dan tidak seenaknya bersikap anarkisme dan peraturan
yang ada harus di ikuti sesuai dengan ketentuannya. Jangan lah kita sebagai
warga Negara baik dari sisi kita sebagai mahasiwa/mahasiswi dan dengan pihak
kepolisian menodai ibu pertiwi ini dengan adanya sikap anarkisme. Ingatlah
semboyan di bawah ini
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH..