24 Mar 2012

WAWASAN NUSANTARA


1. LATAR BELAKANG & PENGERTIAN
Sebelum membahas Wawasan Nusantara, kita sebaiknya terlebih dahulu mengerti dan memahami Wawasan Nasional suatu bangsa secara universal. Suatu bangsa meyakini bahwa kebenaran yang datang dari Tuhan pencipta alam semesta. Manusia memiliki kelebihan dari mahkluk lainnya memaluli akal pikiran dan budi nuraninya. Namun karena kemampuanya dalam menggunakan akal pikiran dan budi nuraninya tersebut terbatas, sehingga manusia yang satu dan yang lain tidak memilih tingkat kemampuan yang sama.  Ketidaksamaan tersebut menimbulkan perbedaan pendapat, kehidupan, kepercayaan dalam hubungan dengan penciptanya dan melaksanakan hubungan dengan sesamanya, dan dalam cara meliha serta memahami sesuatu. Perbedaan-perbedaan inilah yang kita sebut keanekaragamaan. Dalam kehiduoan berbangsa dan bernegara, keanekaragamaan tersebut memerlukan perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu memelihara keutuhan negaranya.

Pemerintah dan rakyat memerlukan suatu konsepsi berupa wawasan nasional untuk menyelenggarakan kehidupannya.  Wawasan ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri bangsa. Kata "Wawasan" itu sendiri berasal dari wawas (bahasa jawa) yang artinya melihat atau memandang. Dengan penambahan akhiran "an" kata ini secra harfiah berarti : cara penglihatan atau cara tinjau atau cara pandang.

Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan, suatu bangsa perlu memperhatikan tiga faktor utama :
~ Bumi atau ruang di mana bangsa itu hidup.
~ Jiwa, tekad, dan semangat manusianya atau rakyatnya.
~ Lingkungan sekiarnya.
Wawasan Nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (melalui interaksi dan interrelasi) dam dalam pembangunannya di lingkungan nasional (termasuk lokal dan proposional), regional, serta global.

2. LANDASAN WAWASAN NASIONAL

2.1 Paham-Paham Kekuasaan
Wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianut oleh negara yang bersangkutan.
a. Paham Machiavelli (abad XVII)
Gerakan pembaharuan dipicu oleh Sebuah masuknya ajaran Islam di Eropa Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan cara pandang bangsa-bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban barat modern. 
Dalam bukunya tentang politik yang diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan judul "The Price", Machiavelli memberikan pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan kokoh.
Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut :
1.Segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan.
2.Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba ("devide et empera")  adalah sah.
3.Dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas), yang kuat pasti dapat bertahan dan menang
b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang. Napoleon berpendapat bahwa perang dimasa depan merupakan perang total yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat bahwa kekuatan politik harus didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi nasional. Kekuatan ini juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam untuk menduduki dan menjajah negara-negara di sekitar dan suatu bangsa  untuk membentuk kekuatan pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain.
c. Paham Jendral Clausewitz (abad XVIII)
Pada era Napoleon, Jendral Clausewitz sempat diusir oleh tentara  Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia dan akhirnya dia bergabung dan menjadi penasehat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. 
Clausewitz, setelah Rusia bebas kembali, diangkat menjadi kepala sekolah Straf dan Komando Rusia. Di sana ia menulis sebuah buku tentang perang yang berjudul “Vom Kriege” (tentang perang). Menurut Clausewitz,  perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d. Paham Fuerback dan Hegel
Pada abad XVII paham perdagangan bebas yang merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang dimiliki oleh negara itu.
e. Paham Lenin (abad XIX)
Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan.Bagi Leninisme/ komunisme, atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam rangka mengkomuniskan seluruh bangsa di dunia.
f. Paham Lucian W. Pye dan Sidney
Dalam buku Political Culture and Plotical Development (Princeton University Press, 1972), mereka mengatakan : "The political culture of society consist of the system of empirical believe expressive symbol and values which devidens the situation in political action take place, it providers the subjective orientation to politics...    The political culture of society is highly significant aspec of the political system".
Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur subyektivitas dan psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bnagsa.  Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian proyeksi eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga subyektif psikologis.

2.1 Teori–Teori Geopolitik (ilmu bumi politik)
Geopolitik berasal dari kata "geo" atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.
Bebrapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik  antara lain sebagai berikut:
a. Pandangan Ajaran Federich Ratzel
Pada Abad ke-19, Federich Ratzel memutuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai hasil penelitiannya yang ilmiah dan universal. Pokok-pokok ajaran F. Ratzel adalah sebagai berikut :
1.Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut dan mati.
2.Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut makin besar kemungkinan kelompok politik itu tumbuh (teori ruang, konsep ruang).
3.Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4.Semakin tinggi budaya bangsa semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam. Apabila wilayah/ruang hidup tidak mendukung, bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan alam diluar wilayahnya (ekspansi). Apabila ruang hidup negara sudah tidak dapat  memenuhi keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas negara baik secara damai maupun jalan kekerasan atau perang. Ajaran Ratzel menimbulkan dua aliran :
o   menitik beratkan kekuatan darat.
o   menitik beratkan kekuatan laut
b. Pandangan Ajaran Rudolf  Kjellen
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai 'prinsip dasar". Esensi ajaran kjellen adalah sebagai berikut :
1.Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup yang memiliki intelektual.  Negara dimungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas agar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
2.Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang: geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik dan krato politik (politik memerintah).
3.Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. Ia harus mampu berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya : ke dalam, untuk mencapai persatuan dan kesatuan yang harmonis dan ke luar, untuk memperoleh batas-batas negara yang lebih baik.
c. Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pandangan Karl Haushofer ini berkembang di Jerman ketika negara ini di bawah kekuasan Adolf Hitler. Pandangan ini juga dikembangkan  di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Pokok– pokok teori Haushofer ini pada dasarnya menganut teori/ajaran/pandangan Kjelen, yaitu :
~ Kekuasan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasan Imperium Maritim untuk menguasai pengawasan dilaut.
~ Berdasarkan negara besar didunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, dan Asia barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
~ Rumusan ajaran Haushofer lainnya adalah sebagai berikut : Geopulitik adalah doktrin negara yang menitik beratkan pada soal strategi perbatasan. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam perjuangan kelangsungan hidup untuk mendapatkan ruang hidup.
d. Pandangan Ajaran Sir Halford Mackinder (konsep wawasan benua)
Teori ahli Geopolitik ini pada dasarnya menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan Wawasan Benua, yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan : barang siapa dapat mengusai “Daerah Jantung”, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), akan dapat menguasai “Pulau Dunia” yaitu Eropa, Asia, Afrika. Selanjutnya, barang siapa dapat menguasai pulau dunia akhirnya dapat mengusai dunia.
e. Pandangan Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alferd Thyer Mahan (konsep wawasan bahari)
Kedua ahli ini mempunyai gagasan "Wawasan Bahari", yaitu kekuatan di lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehinga pada akhirnya menguasai dunia.
f. Pandangan Ajaran W.Mitchel,  A.Seversky,  Giulio Douhet,  J.F.C.Fuller (konsep wawasan dirgantara)
Keempat ahli Geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Mereka melahirkan teori  "Wawasan Dirgantara" yaitu konsep kekuatan udara. Kekuatan di udara mempunyai daya    yang dapat diandalkan untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya di kandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi  menyerang.
g. Pandangan Ajaran Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori daerah Batas (RIMLAND), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut, dan udara. Dalam pelaksanaannya, teori ini disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.

3. WAWASAN NASIONAL INDONESIA
Beberapa aspek memikiran mengenai wawasan nasional Indonesia, antara lain
3.1 Pemikiran Berdasarkan Falsafah Pancasila
Berdasarkan Falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak dan daya pikir, sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam semesta dan Penciptanya. Kesadarannya ini menumbuhkan cipta, kaersa dan karya untuk mempertahankan eksistensinya dan kelangsungan hidup dari generasi ke generasi baru.
Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila dari sila pertama sampai sila kelima, sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan kesadaran bangsa Indonesia, termasuk dalam menggali dan mengembangkan Wawasan Nasional.
3.2 Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan
Geografi adalah wilayah yang tersedia dan terbentuk secara alamiah oleh alam nyata. Kondisi obyektif geografis sebagai modal dalam pembentukan suatu negara merupakan suatu ruang gerak hidup suatu bangsa yang di dalamnya terdapat sumber kekayaan alam dan penduduk yang mempengaruhi pengambilan keputusan/kebijaksanaan politik negara tersebut.
Kondisi obyektif geografi Nusantara, yang merupakan untaian ribuan pulau yang tersebar dan terbentang di khatulistiwa serta letak pada posisi silang yang tersebar dan terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis, memiliki karakteristik yang berbeda di negara lain.
Wilayah Indonesia pada saat proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 masih mengikuti “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939″ (TZMKO 1939), di mana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing-masing pantai pulau Indonesia. Penetapan lebar wilayah laut 3 mil tersebut tidak menjamin kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebab antara satu pulau dengan pulau yang lain menjadi terpisah-pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
1. Segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak
memandang Iuas atau Iebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada wilayah daratan negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalamaman atau nasional berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia.
2.Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekadar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.
3.Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 2 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara indonesia.
4.Luas wilayah Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia Iebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusit.
Zona laut Teritorial, batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau Iebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial.

Zona Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia. Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing Negara.

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip -prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekohomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
3.3 Pemikiran BerdasarkanAspek Sosial Budaya
Budaya atau kebudayaan dalam arti etimologis adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan budi manusia. Kebudayaan diungkapkan sebagai cita, rasa dan karsa (budi, perasaan, dan kehendak). Sosial budaya, sebagai salah satu aspek kehidupan nasional di samping politik, ekonomi serta pertahanan dan keamanaan adalah faktor dinamik masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir batin yang memungkinkan berlangsungnya hubungan sosial diantara anggotanya.
Secara universal, kebudayaan masyarakat yang heterogen tersebut sama-sama mempunyai unsur-unsur penting, berikut diantaranya :
o  Sistem religi dan upacara keagamaan.
o  Sistem masyarakat organisasi kemasyarakatan.
o  Sistem pengetahuan.
o  Bahasa.
o  Keserasian (budaya dalam arti sempit).
o  Sistem mata pencaharian.
o  Sistem teknologi dan peralatan.

Kebudayaan merupakan warisan yang bersifat memaksa bagi masyarakat yang bersangkutan. Artinya setiap generasi yang lahir dari suatu masyarakat dengan serta-merta mewarisi norma-norma budaya dari generasi sebelumnya yang sekaligus menangani dirinya dengan segala peraturan atau keharusan yang mesti dijalani dan yang tidak boleh dilanggar. Warisan budaya diterima secara emosional dan bersifat mengikat ke dalam (cohesive) karena itu, dapat dipahami bila ikatan emosional itu sangat sensitif sifatnya. Proses sosial mengharuskan setiap kelompok masyarakat budaya untuk saling membuka diri, memahami eksistensi budaya masing-masing, serta mau menerima dan memberi (take and give) dalam upaya menjaga kelangsungan hidup negara dan bangsa dalam mencapai tatanan masyarakat yang harmonis agar terciptanya persatuan dan kesatuan nasional. 
3.4 Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejarahan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-cita pada umumnya tumbuh dan berkembang dari  latar belakang sejarahnya. Sejarah Indonesia pun diawali dari negara-negara kerajaan tradisional yang pernah ada di wilayah Nusantara melalui kedatuan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kesatuan wilayah. Meskipun saat itu belum timbul adanya rasa kebangsaan, namun sudah timbul semangat bernegara. Kaidah kaidah negara modern, seperti rumusan falsafah negara yang belum jelas dan konsepsi cara pandang yang belum ada. Yang ada adalah slogan- slogan seperti yang ditulis oleh Mpu Tantular : Bhineka Tunggal Ika Tanhana Dharma Mangrva.
Wawasan Nusantara mengilhami masing-masing Angkatan untuk mengembangkan wawasan berdasarkan matranya masing-masing, yaitu Wawasan Benua AD RI, Wawasan Bahari AL RI, Wawasan Dirgantara AU RI.
Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menginginkan terulangnya perpecahan dalam Iingkungan bangsa yang akan melemahkan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai hasil kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.

4. UNSUR DASAR WAWASAN NUSANTARA
Konsepsi Wawasan Nusantara terdiri dari tiga unsur dasar: ialah: Wadah (Contour), Isi (Content), dan Tata Laku (Conduct).
4.1 Wadah (Countour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk dengan aneka ragam budaya.
Setelah bernegara dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatan kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai lembaga dalam wujud infrastruktur politik.
4.2 Isi (Content)
Inti adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang esensial, yaitu :
~ Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
~ Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
4.3 Tata Laku (Conduct)
Tata Laku merupakan hasil interaksi antara Wadah dan Isi, yang terdiri dari tata laku batiniah dan lahiriah. Tata Laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia, sedangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua hala tersebut akan mencerminkab identitas jati diri atau keperibadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.

5. HAKEKAT WAWASAN NUSANTARA
Hakekat Wawasan Nusantara adalah suatu keutuhan nusantara, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam ruang lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional. Hal tersebut berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga Negara harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia tanpa meninggalkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan, dan orang per orang.

6. ASAS WAWASAN NUSANTARA
Asas Wawasan Nusantara merupakan ketentua-ketentuan atau kaidah-kaidah yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, dan diciptakan demi tetap taat dan setianya komponen pembentukan bangsa Indonesia (suku bangsa atau golongan) terhadap kesepakatan bersama. Asas Wawasan Nusantara terdiri dari : kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerjasama dan kesetiaan terhadap ikrar atau kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan. Adapun rincian dari asa tersebut berupa :
1.Kepentingan yang sama.
2.Keadilan, yang berarti kesesuaian pembagian hasil dengan andil jerih payah usaha dan kegiatan baik orang perorangan, golongan, kelompok, maupun daerah
3.Kejujuran, yang berarti keberanian berfikir, berkata dan bertindak sesuai realita serta ketentuan yang benar biarpun realita atau ketentuan itu pahit dan kurang enak didengarnya.
4.Solodaritas, yang berarti diperlukan yaitu  rasa setia kawan, mau memberi dan berkorban bagi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.
5.Kerja Sama, berarti adanya koordinasi, saling pengertian, yang didasarkan atas kesetaraan sehingga kerja kelompok, naik kelompok yang kecil maupun kelolmpok yang lebih besar, dapat tercapai demi terciptanya sinergi yang lebih baik.
6.Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama untuk menjadi bangsa dan mendirikan Negara Indonesia, yang dimuai, dicetuskan dan dirintis oleh Boedi Oetomo pada tahun 1908, Sumpah Pemudatahun 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 1945. Kesetian terhaadap kesepakatan bersama ini sangatlah penting dan menjadi tonggak utam terciptanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.

7. KEDUDUKAN WAWASAN NASIONAL
7.1 Kedudukan
Wawasan Nusantara sebagai Wawassan Nasional Bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita – cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, Wawasan Nusantara menjadi landasan Visional dalam menyelenggarakan kehidupan Nasional.
Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut :
--> Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
--> Undang – Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
--> Wawasan Nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan Visional.
--> Ketahanan Nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
--> GBHN sebagai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijaksanaan dasar nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
Paradigma diatas perlu dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundang – undangan. Paradigma nasional ini secara struktural dan fungsional mewujudkan keterkaitan hierarkis piramidal  dan secara instrumental mendasari kehidupan nasional yang berdimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7.2 Fungsi
Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu – rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7.3 Tujuan
Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan–kepentingan individu, kelompok, suku bangsa atau daerah. Kepentingan–kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak. Nasionalisme yang tinggi di segala bidang kehidupan demi tercapainya tujuan nasional tersebut merupakan pancaran dari makin meningkatnya rasa, paham, dan semangat kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.

8. IMPLEMENTASI WAWASAN NASIONAL
Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia, Wawasan Nusantara harus dijadikan arahan, pedoman, acuan, dan tuntunan bagi setiap individu bangsa Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntunan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu implementasi atau penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.
Implementasi Wawasan Nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :
1.Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut nampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
2.Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan ekonomi akan terciptanya tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil. Di damping itu, implementasi Wawasan Nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antardaerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
3.Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, meneriman dan menghormati segala bentuk perbedaan atau kebhinekaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Sang Pencipta. Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedabedakan suku, asal usul daerah, agama atau kepercayaan, serta golongan berdasarkan status sosial.  
4.Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan hankam akan menumbu-kembangkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan sikap tanah air dan bangsa serta bela negara ini akan menjadi modal utama yang akan menggerakkan partisipasi setiap warga negara Indonesia dalam menanggapi setiap bentuk ancaman, seberapa pun kecilnya dan dari mana pun datangnya, atau setiap gejala yang membahayakan keselamatan bangsa dan kedaulatan negara. 
Semua itu menggambarkan sikap, paham dan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi sebagai identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Sumber :
( Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008 )